Peluncuran Buku “Bayang-bayang Menara" oleh KPK

MINGGU 20 Maret 2016, tepat pukul 10.00 WIB bertempat di gedung rektorat lantai empat, KPK (Keluarga Penulis Kudus) meluncurkan buku terbarunya “Bayang-bayang Menara”. Dengan menghadirkan para narasumber dari kalangan dosen dari universitas terkemuka (UNY dan UNNES) dan para sastrawan lokal. Setelah absen beberapa tahun tidak menerbitkan antologi, tahun ini KPK menerbitkannya. Menggandeng berbagai pihak, baik dari kalangan pelajar, mahasiswa, dan umum. Perencanaan yang sangat matang dalam penerbitannya, antologi yang tipis namun kaya akan makna menjadi hasilnya.
Istimewa
Acara pertama, pembukaan dan pembacaan karya oleh sastrawan. Dilanjutkan dengan acara kedua yaitu pembedahaan syair-syair pada puisi yang ada dilamnya. Penyampaian yang sangat santai dan penuh dengan canda tawa hingga tak terasa waktupun harus berakhir. Narasumber menyampaikan beberapa pesan untuk yang ingin belajar sastra dan yang telah mengetahui tentang sastra.

“Sastra itu sedih dan sunyi. Sedih jika saat sastrawan melahirkan karya namun tidak ada yang merespon dan sunyi jika telah diketahui oleh khalayak umum namun masih saja mereka diam tanpa kata. Beliau sering mewujudkan pemikirannya dalam puisi yang panjang, dengan alasan untuk memberikan informasi secara lengkap pada pembaca karyanya. Agar menggugah hati para pembaca kita harus memberikan pemikiran pada karya kita. Dan yang terakhir, untuk para pemula jika susah untuk membuat tulisan sastra atau puisi janganlah berkecil hati. Menjadi sastrawan dan penulis membutuhkan waktu yang tidak sebentar, perlu pengalaman waktu yang panjang dan tidak sebentar. Untuk pemula, tulislah atau catatlah ide atau pemikiran anda walaupun satu atau dua kata. Kumpulkanlah pemikiran-pemikiran tersebut dan suatu saat jika anda memilik ide untuk menyambung pemikiran tersebut sambunglah maka anda akan menghasilkan suatu karya yang luar biasa, dan tulislah dari hati.” Ungkap Thomas Budi Santosa ketika  menjadi pembicara saat peluncuran buku KPK.
Hampir senada dengan Thomas, Prof. Dr. Sumito A. Sayuti (dosen UNY) mengatakan sastra itu tidak mengikat dan tidak terikat pada suatu teori. Itu hanya teori di bangku sekolah untuk mendapatkan nilai dari guru. Jika kita menulis sastra terikat dan mengikat pada teori tentu kita tidak akann menghasilkan karya-karya yang memuaskan. Jika kita ingin belajar menulis sastra, bacalah teks-teks sastra karya putra bangsa yang telah ada.
Bayang-bayang Menara dipilih sebagai judul antologi puisi ini karena KPK ingin memperkenalkan dan menjadikan Kudus sebagai kota sastra. Dikenal daerah bahkan negara lain oleh karya-karya yang diterbitkan di kabupaten Kudus. Tidak hanya kota dengan kretek, kuliner jenang dan lentog, dan kereligiusannya. Namun juga kota dengan sastra yang baik dan indah. (Iim/Thata/FAKTA)